Jurnal 27, Soegija

"Saya Merindukan seseorang!" pikiran itulah yang terlintas ketika duduk di bioskop dan mulai menonton film Soegija. Ya, saya merindukan nenek. Nenek yang sering menceritakan masa kecilnya di zaman penjajahan Belanda dan Jepang. Jika saya boleh menyimpulkan, nenek saya mengagumi bangsa Jepang. Walaupun, kedatangan bangsa Jepang pada awal dekade 1940 mematikan cita-cita nenek untuk belajar lebih lama di Sekolah Rakyat (SR).
***


Soegija hampir sama dengan duduk di kelas dan mempelajari sejarah Perang dunia II dan masa pasca kemerdekaan RI. Saya termasuk orang salah satu penonton yang kecewa dengan penggunaan judul Soegija. Dengan pengetahuan yang sangat minim tentang pekerjaan dibalik layar pembuatan film, saya hanya bisa berkomentar tentang fokus cerita. Film ini tidak fokus pada judul yang diangkat, saya membayangkan akan menyaksikan kisah perjalanan hidup dari seorang Soegija. Tapi, film ini lebih menitikberatkan pada peranan Soegija secara tidak langsung dalam fungsinya sebagai pemimpin (kalimat yang aneh). Saya rasa, fokus film ini ada pada kisah tentang Mariyem dan Ling-ling yang kehilangan ibunya sedangkan Soegija hanya ada di awal cerita saat penobatan, muncul beberapa kali di tengah cerita untuk membantu rakyat dan berdiplomasi dengan sasama pemimpin Indonesia serta pemimpin negara lain (dalam hal ini Vatikan).
Saya berani menilai 4 dari 5 bintang untuk kualitas dan pengambilan gambar. Saya merasa di bawa menuju ke kehidupan bangsa Indonesia pada dekade 1940, bertemu dengan para pemuda yang penuh semangat untuk berlatih perang, anak-anak dan orang tua yang mengalami trauma akibat perang, dan ambisi serta rasa takut dalam diri tentara penjajah (Jepang ataupun Belanda). Film ini bukan hanya menunjukkan bagaimana kehidupan masyarakat Indonesia yang dijajah, tapi juga mengungkap sisi positif dari penjajah. Nobozuki yang tidak tega terhadap anak-anak dan membiarkan Ling ling memiliki kotak musiknya. Robert yang awalnya sangat menyebalkan karena kesombonganya lalu tersentuh saat melihat seorang bayi yang ditemukan di medan perang, dan pastinya Hendrick yang jatuh cinta pada Mariyem memilih untuk meninggalkan Indonesia dan meninggalkan beberapa foto tentang Indonesia.
Jika banyak yang berpendapat bahwa film terkait propoganda agama, maka saya termasuk orang yang menolak pernyataan tersebut. Saya setuju dengan pendapat titha 'Film ini hanya menonton agama lain sedang beribadah', dan porsinya hanya 5-10 % dari keseluruhan film. Indonesia sendiri mengakui adanya 5 agama dan hal ini di sahkan dalam Undang-undang negara kita, jadi kita harus saling menghargai dalam berbagai hal, bukan hanya dalam pelaksanaan ibadah tapi juga dalam dunia per-Film-an.
Kembali ke judul postingan ini, Soegija. Soegija adalah film tentang Sejarah perjuangan memperebutkan dan memperjuangkan kemerdekaan RI.
***
Pendapat subjektif saya terkait film ini:
  • Sebagai seorang pemimpin Soegiaja patut dicontoh, terutama Talk Less Do More
  • Dibalik kekerasannya, saya lebih suka Indonesia dijajah Jepang yang seumur jagung. Mereka mengajarkan bangsa kita untuk lebih disiplin
  • Sayang banget si Nobozuki batal melakukan Harakiri, toh akhirnya mati ditangan orang Indonesia
  • Sedih waktu si Hendrick balik ke Belanda, kalau saja dia nunggu beberapa waktu lagi pasti di terima sama si Mariyem
  • Siapapun nama anak yang heboh karena sapinya di ambil penjajah, cuma nurut sama neneknya, dan merasa cukup setelah bisa membaca kata "MERDEKA". Anak itu pasti akan jadi dokter hewan yang baik (llooohh...)
  • Kematian Robert rada konyol, kenapa tentara Belanda langsung ngabur bukannya melawan orang Indonesia yang nyerang camp mereka (Mungkin pengaruh alkohol. kali aja??)
  • Foto sirsak mengingatkan saya pada seseorang dan banyak lagi di Kerinci sana yang menyebutnya Durian Inggris.
***
Beberapa quotes yang saya suka dan saya ingat dari film ini:
  • Kemanusiaan itu satu. Kendati berbeda bangsa, asal usul dan ragamnya, berlainan bahasa dan adat istiadatnya, kemajuan dan cara hidupnya, semua merupakan satu keluarga besar
  • Apa artinya terlahir sebagai bangsa yang merdeka, jika gagal untuk mendidik diri sendiri
  • Jadi politikus itu harus punya mental politik, jika tidak maka yang tertinggal adalah kekuasaan. Jika itu yang tejadi maka kamu akan menjadi benalu bagi rakyat Indonesia
  • Anak-anak tidak perlu mendengar lagu peperangan, anak-anak tak perlu menulis dengan berlumuran darah ......... (dan saya sangat menyesal tidak mengeluarkan buku catatan, dan menuliskan banyak kalimat indah dari film ini)

You May Also Like

2 Comments

  1. mau hunting buku kapan? *eh

    BalasHapus
    Balasan
    1. udah gak ngaruh sama buku2 d gramed kakak. . Aku udah liat koleksi holidaynya, tp gak ada yg d waiting list.

      Hapus