What Ifs

"Pernahkan kau berpikir tentang jika?" (Unforgettable-Winna Efendi)

Setelah saya menamatkan membaca novel terbaru mbak Winna Efendi hal yang saya ingat selain sad ending, ya pertanyaan diatas. Banyak hal tentang "jika" dan mungkin "penyesalan" yang pernah melintasi benak ini dan terkadang mengakibatkan galau kronis.

  1. Bagaimana jika saya tidak dilahirkan di dunia ini?
  2. Bagaimana jika saya tidak diberikan kehidupan samapai saat ini?
  3. Bagaimana jika saya punya saudara kembar?
  4. Bagaimana jika saya punya saudara laki-laki?
  5. bagaimana jika saya sebatang kara?
Pertanyaan mendasar yang saya rasa sangat bodoh untuk ditanyakan, malahan bisa dianggap membantah kuasa-Nya, pertanyaan terkait Takdir. lalu pertanyaan sederhana dan cukup bodoh saat melakukan kesalahan jangka pendek.
  1. Bagaimana jika saya tidak pergi ke pasar/sekolah/bermain/dll?
  2. Bagaimana jika saya terlambat bangun?
  3. Bagaimana jika saya makan A bukannya membeli makanan B?
  4. Bagaimana jika saya belajar dengan serius sebelum ujian?
dan ini pertanyaan terkait kehidupan dan masa depan:
  1. Bagaimana jika saya tidak lulus?
  2. Bagaimana jika saya tidak menjadi mahasiswa IPB, mahasiswa Kedokteran hewan?
  3. Bagaimana jika dulu saya memilih jurusan lain?
Mungkin dengan bertambahnya usia, makin banyak pertanyaan terkait "jika" yang kita tanyakan pada diri ini, semakin banyak hal yang ingin disesali di masa lalu. Tapi, bukanlah kesalahan masa lalu merupakan awal untuk kesuksesan di masa depan? sebuah kesalahan yang menimbulkan banyak penyesalan atau galau yang berkepanjangan membuat kita berpikir lebih baik dalam merencanakan kehidupan masa depan?

Dan dibuku yang sama, hanya ada satu jawaban untuk setiap pertanyaan itu, Takdir. semua yang terjadi, semua rasa sesal, semua rasa galau, dan apapun yang kita rasakan adalah sesuatu yang digariskan, sesuatu yang di takdirkan, sesuatu yang baik ataupun buruk adalah milik kita dan harus di syukuri.

You May Also Like

0 Comments