Jurnal 84, Ketika Aku Merindukanmu

"Lo orangnya cepat move on ya??" ujar salah satu teman saya satu bulan yang lalu, "Dulu gue butuh waktu cukup lama ketika bokap gak ada" lanjutnya kemudian.
Sejak hari itu sering kali berpikir, apakah benar secepat itu saya mengikhlaskan kepergian mama? Entahlah, tapi terkadang seringkali saya merindukan suara mama, merindukan pertanyaan-pertanyaan mama yang kurang inovatif. Mungkin dulu saya suka bilang begitu, mama nanyanya itu-itu aja ampe bosan ngejawab tapi sekarang, sungguh saya merindukan pertanyaan-pertanyaan yang dulunya membosankan itu. Sering kali iseng menelpon ke nomor handphone mama, padahal saya tau pasti nomor itu sudah lama tidak aktif lagi. Masih jelas diingatan setahun yang lalu ketika papa berulang kali mengingatkan agar Feby jangan nangis ketika sampai dan hal itu dapat saya jalankan dengan baik. Tapi kak Devi benar ada saatnya ketika rasa rindu itu datang, perasaan bersalah karena tidak menjadi anak yang sempurna, atau banyak hal yang belum dapat diwujudkan, dan menangis itu dibenarkan. Memang terkadang rasa sesak itu hanya bisa lepas sesaat dengan air mata.
Pada kenyataannya saya sudah ikhlas tapi saya masih merindukan mama. Mungkin jika bisa membalikkan waktu saya tidak akan bosan dengan mama yang suka nanya bolak-balik, atau mama yang paranoid kalau anaknya ikut camping dan gak di rumah, atau mungkin mama yang menangis ketika mengantar ke bandara (ini sih gosip dari si Dedek karena saya tidak pernah tau). Atau mungkin saya hanya ingin diingatkan untuk makan tiga kali sehari dan gak lupa ngunci pintu ketika tidur. Dan mungkin saya berharap tahun lalu tidak membatalkan mudik ketika liburan dan bisa menikmati saat-saat terakhir bersama mama. Penyesalan memang selalu datang di akhir bukan?
 Captured fromKabhi Khusi Khabi Gham Movie

You May Also Like

0 Comments