Sketsa
Aku menatap kagum pada kertas gambar yang terletak manis diatas meja belajarku.
Sketsa wajah itu persis seperti dia, "Bersinar terang seperti bintang dan sulit untuk diraih." ujarku lirih lalu beranjak pergi meninggalkan mejaku.
Sketsa wajah seorang laki-laki yang mulai beranjak dewasa, senyum tipis namun terlihat begitu tegas menghiasi wajahnya, tatapan matanya begitu tajam, dan secercah sinar matahari berpendar di tubuhnya, secercah sinar itulah yang menunjukkan kemilau dirinya.
***
"Aku pernah melihat sketsa ini." ujarnya seraya memandang sketsa wajahnya "Aku pernah memimpikan sketsa ini." lanjutnya, seolah tau apa yang aku pikirkan dari tatapan heran yang aku tujukan padanya.
"Aku baru menggambarnya dua hari yang lalu" jawabku seadanya.
"Dan aku memimpikannya lebih dari dua tahun yang lalu." dia tersenyum padaku ketika aku mengangkat kepalaku agar aku bisa melihat dengan jelas raut wajah itu.
"Bolehkah aku menyimpannya?" dia bertanya dengan meposisikan sketsa itu tepat disamping wajahnya.
Aku mengangguk untuk menyetujui permintaannya, lidahku terasa kelu, dan tak bisa berucap ketika dia menatapku.
"Thanks!" dia menyimpan sketsa itu secara hati-hati diantara diktat kuliahnya dan kembali menyimpannya di ransel lalu pergi meninggalkan aku yang masih terpesona akan senyumannya.
'Dia bahkan tidak mengizinkanku memiliki gambaran dirinya' pikirku dengan tersenyum kecewa 'Bagaimana mungkin aku bisa memiliki dirinya' aku beranjak meninggalkan koridor yang menjadi sepi sejak dia pergi.
1 Comments
Kesimpulannya adalah, saya merasa bodoh pernah menulis ini
BalasHapus