Pengamatan Satli "Bodogol"

Masih mempertanyakan ini perjalanan untuk pengamatan atau untuk berwisata?
Tapi apapun itu, kesimpulan akhirnya aku akan tetap menyukai perjalanan ini.
21 Mei 2011
Bangun jam 3 pagi dan lansung mandi apa adanya, lalu berangkat ke BNI jam 03.20 dengan ransel yang udah aku packing malamnya (menurut ka Devi barang-barang yang aku bawa lebih mirip orang yang mau piknik bukannya pengamatan ke hutan). Perjalanan ke sukabumi naik truck jam 4 lebih dan menghirup segarnya udara shubuh di tengah kota Bogor. Menghirup udara segar di tengah kota yang telah tercemar polusi merupakan pengalaman langka buat aku yang gak suka lari pagi dan selalu keluar rumah lewat dari jam 7 pagi dan telah banyak kendaraan terutama angkot yang melewati jalan raya dramaga. Selama perjalanan ini kami diikuti oleh sebuah bintang (mungkin terdengar bodoh diucapkan oleh aku yang telah mendapat pelajaran tentang rotasi dan revolusi bumi) hingga matahari terbit dan sinar bintang itu terkalahkan oleh terangnya sinar mentari pagi.
Sesampainya di pos awal, kita sarapan pagi dan setelahnya lansung melanjutkan perjalanan on foot ke camp yang ada di tengah hutan.

Pengamatan pertama
Kelompok ku berjalan di jalur Canovy dan jalur Afrika. Ketika mendengar nama Afrika, aku berpikir bahwa jalur ini memiliki padang luas yang panas seperti halnya di Afrika. Ternyata jalur ini dinamakan sesuai dengan pohon yang mendominasi jalur ini, pohon Afrika. Perjalanan ini menyenangkan karena kami menemukan feses owa jawa (ditemukan pertama kali oleh saudara Budi Setiawan), bekas biji-bijian setelah dimakan owa, jejak macan, jejak babi hutan, bekas jalannya ular, dan sarang kucing hutan.
Catwalk , ga Cuma pragawati doang yang jalan dengan baju indah model terbaru diatas catwalk, karena kita bias melakukan pengamatan di catwalk yang ada di bodogol. Sebuah tempat yang dibuat sedemikian rupa sehingga kita memiliki wilayah pandang yang luas karena gak ditutupi oleh pohon-pohon yang tinggi. Tempat selanjutnya adalah Canovy’jembatan sepanjang + 40 meter yang melintasi lembah Bodogol setinggi 30 meter (bagian tengahnya). Menurut guide yang mendampinggi kami, lembah dibawah Canovy adalah wilayah tempat tinggal macan tutul dan imajinasi paling buruk diatas canovy adalah jatuh dari canovy, patah tulang, dan sampe dibawah lansung dicabik-cabik macan. Perjalanan di lembah macan ini jadi semakin sulit karena hujan menjadi semakin deras dan jadi lebih sulit lagi buat aku yang tidak membawa jas hujan. Aku menyukai hujan dan aku sangat menikmati hujan saat itu, titik-titik air di hutan hujan tropis satu persatu jatuh dan menyentuh kulitku.




Sesampai di camp aku basah kuyup dan karena antrian kamar mandi masih sangat panjang, aku duduk di teras camp. Dan tiba-tiba lewat satu keluaga owa jawa tepat di depan kami. Wew… wew… udah dicari-cari ketengah hutan, teman-teman owa jawa malah datang mengucapkan selamat datang pada kami semua.
Akibat hujan sore itu, perjalanan tidak dilanjutkan, kami menikmati sore dengan tidur siang dan mendiskusikan tentang hasil pengamatan, lalu diakhiri dengan diskusi tentang Satli bersama Kak Dwi, Kak Combo, dan Kak Cipi. Sebelum tidur ada kegiatan herping yang diikuti oleh beberapa peserta dan aku tidak termasuk satu diantara mereka.
22 Mei 2011
Mungkin gak setiap orang dan gak setiap hari kita bias membuka mata dan melihat loteng dengan sedikit sarang laba-laba dan seekor laba-laba yang sedang mempersiapkan sarapannya. Gak setiap hari saat keluar rumah lansung melihat himpunan pohon pinus yang sangat lebat, menghirup segarnya udara hasil fotosintesis dari deretan pohon-pohon itu. Dan mungkin Cuma satu kali dalam hidupku lansung lari mengikuti teman-teman yang sedang mengikuti keluarga owa jawa yang datang untuk mengucapkan selamat pagi. Tapi, akhirnya aku tidak terlalu tertarik pada kedatangan owa itu, karena perhatianku teralihkan pada seekor singa yang siap menerkam mangsanya puluhan kilometer dari tempat ku berada, bukan singa sungguhan tapi singa yang terbentuk akibat penyatuan banyak daun dan dahan itu sangat indah dan begitu nyata, singa itu juga mengingatkan ku pada sosok teman di Ragunan, SAGA.


Perjalanan ke Air Terjun Cipadaranten
Jalan-jalan lagi di tengah hutan, turun naik lembah dan bukit, mengikuti aliran sungai, berjalan di sepanjang hutan pinus, hutan bambu, dan banyak flora yang tak dapat aku kenali. Melewati jalan selebar satu meter dengan jurang di salah satu sisinya dan bukit yang bias longsor kapan saja di sisi lainnya. Melihat banyak keluarga owa jawa, mendengar nyanyian ratusan burung, dan yang paling spektakuler dan paling menakutkan mendengar raungan macan tutul.



Semua kelelahan, kecapekan, dan kejenuhan saat menempuh perjalanan hilang seketika saat aku, Atika, kak Danang dan salah satu Guide pertama kali tiba di bawa aliran air setinggi lebih dari sepuluh meter diatas kami, menimbulkan suara yang keras dan membentuk danau dibawahnya, dan aliran air yang sangat kuat ini mengakibatkan air di danau itu menjadi bergelombang seolah di pantai.
Untungnya aku masih berpikir dua kali saat satu persatu teman-teman yang lain menyusul kami dan lansung berenang di danau itu, dan aku hanya duduk di sebuah pohon tumbang, memperhatikan mereka yang datang, mereka yang berteriak, mereka yang berenang, dan menyerap banyak kebahagiaan yang dipancarkan oleh mata mereka (walaupun wiko dan anggi kehilangan kacamata, sisi positif yang bias diambil adalah kebahagiaan itu terpancar sangat baik dari mata mereka tanpa terhalanggi oleh beling).
Perjalan pulang, tidak jauh berbeda karena kami masih melewati jalur yang sama dengan saat datang. Melewati pohon tumbang, menghindari pacet, menghindari duri-duri dari ranjau yang menyebar di sekeliling hutan ini, dan ditambah dengan titik-titik hujan tropis yang semakin deras.
Sampe di Camp basah kuyup dan aku membuat keputusan untuk tetap mengenakan baju itu saat turun ke peradaban.
Perjalanan turun ke Peradaban
Hal gila yang aku lakukan bersama bundaku adalah jalan over pelan sambil menghirup segarnya udara pegunungan di sore hari, berbincang-bincang dengan beberapa topic ringan tentang kehidupan kampus, dan membaca gambaran-gambaran yang ditunjukkan oleh pohon-pohon yang ada dilembah. Feel dari perjalanan sore ini dirusak oleh Swipper (Kak Pandu, Fauzi, dan Dana) yang datang dengan membawa rotan (harapan mereka) dan memaksa kami untuk jalan dengan cepat. Kedatangan para swipper ini sedikit banyak merusak imajinasi kami dan akhir perjalan ini adalah perjalanan biasa di sekitar lading penduduk.


Selamat tinggal Bodogol
Sampai jumpa dilain waktu
Aku akan meninggalkan banyak kenangan manis (dan mungkin juga kenangan pahit) di setiap jalur yang kulewati, disetiap rangkaian pohon yang dijangkau oleh indera penglihatan ku, dan di setiap rintik hujan tropis.

You May Also Like

8 Comments

  1. Balasan
    1. hahahahaa.. iya sih, kalau musim ujan gak enak di lintah

      Hapus
  2. Balasan
    1. emang asik ail...
      Tapi emang harus nginap kalo kesana

      Hapus
    2. Haha, tapi aku kurang tertarik sih sama air terjun. Aku pernah tinggal di derah pegunungan, jadinya kalo ngeliat air terjun bosen, hehe :D

      Hapus
  3. Segimana cape nya juga ga akan kerasa, ya biasanya gitu. kalo suka pasti punya kepuasan tersendiri :D

    BalasHapus