Jurnal 10, Unforgettable



Ini adalah satu kisah dari sang waktu tentang mereka yang menunggu. Cerita seorang perempuan yang bersembunyi di balik halaman buku dan seorang lelaki yang siluetnya membentuk mimpi di liku tidur sang perempuan.

Ditemani krat-krat berisi botol vintage wine yang berdebu, aroma rasa yang menguar dari cairan anggur di dalam gelas, derit kayu di rumah usang, dan lembar kenangan akan masa kecil di dalam ingatan.

Pertemuan pertama telah menyeret keduanya masuk ke pusaran yang tak bisa dikendalikan. Menggugah sesuatu yang telah lama terkubur oleh waktu di dalam diri perempuan itu. Membuat ia kehilangan semua kata yang ia tahu untuk mendefinisikan dan hanya menjelma satu nama: lelaki itu.

Sekali lagi, ini adalah sepotong kisah dari sang waktu tentang menunggu. Kisah mereka yang pernah hidup dalam penantian dan kemudian bertemu cinta.


Sudah sangat lama sejak pertama kali membaca novel ini. Sampai dengan saat ini (ketika menuliskan ini), Unforgettable adalah yang terbaik diantara semua yang telah saya baca.  Hanya sebuah buku dengan cover yang suram, cerita yang biasa, namun diceritakan dengan berbeda oleh seseorang yang luar biasa.

Sebuah kisah antara dua orang yang saling berbagi cerita hingga ke bagian terburuk  dan impian paling rahasia. Mereka tidak saling mengenal nama, mereka hanya berbagi cerita dan saling mempercayai, mereka saling mengisi dan melengkapi antara satu dengan yang lainnya, dan mereka saling jatuh cinta.

Unforgettable, sesuai dengan judulnya. Ketika membaca novel ini saya hanya mendengar, Cara penulis membuat kisah ini seolah-olah sedang bercerita dan saya harus mendengarkannya bukan membaca. Saya mendengar penulis bercerita tentang wine, bercerita tentang kehidupan laki-laki yang berkeinginan untuk hidup bebas, dan bercerita tentang kehidupan wanita yang terperangkap dalam kisah masa lalunya.

Di bagian terakhir novel ini,
Saya kesal,
Saya penasaran ketika melihat kata -fin- dibagian terakhir novel ini
Saya berharap masih ada akhir setelah akhir
Dan yang saya temui hanya ucapan terima kasih dari si penulis.

Menuai beberapa protes dari penggemarnya (salah satunya adalah saya), si penulis hanya menjawab "Menurutku ending tersebut yang wajar dan realistis sehingga dibuat begitu". Wajar dan realistis?? Memang, tapi sampai dengan saat ini saya masih memikirkan bagaimana kehidupan Abigail dan Gabriel setelah kenangan itu berakhir.
***

Catatan kecil dari saya:
Saya hampir membatalkan magang liburan karena Winna Efendi mengadakan Unforgettable Moment di The U Cafe. Dan akhirnya saya harus puas dengan membeli novel ini di Gramedia Malioboro di hari pertama launching.

You May Also Like

0 Comments